Rabu, 16 Oktober 2013

Darah Daging


“Bu, bapak jalan dulu ya, ibu istirahat saja dirumah”

“Bapak hati – hati dijalan”

Ya kami adalah sepasang suami istri yang telah bersama selama 35 tahun.

Istriku marni kembali harus merasakan sakit dijantungnya setelah mendengar kabar anak kami Boni dituduh melakukan penipuan di Jakarta. Kami dianugerahi 2 orang anak dan Boni anak sulung sedangkan Bela anak kedua kami. Boni sejak kecil sangat patuh dengan kedua orang tuanya dan bertanggung jawab dengan adik satu satunya. Setelah dewasa dan mereka menemukan jodohnya masing masing di Jakarta maka aku dan Marni hanya berdua disini, ya didesa tempat kami terlahir.

Tak lama aku meninggalkan Marni sebentar untuk membeli makanan karena situasi seperti ini Marni tak mungkin memasakan makanan untuk ku. Aku beruntung sekali memiliki Marni menjadi istriku karena dia pandai memasak berkat ajaran ibunya.

“Bapak pulang”

Hening tak ada suara yang menjawab salam ku. Aku segera melihat Marni di kamar yang sedang tertidur lelap, aku menghampiri dan kupandang wajahnya yang cantik putih dan bersih, ya Marni memang memiliki kulit yang putih. Aku cium keningnya dan ku ucapkan

“Bu aku sangat menyayangimu”

Tersentak Marni terbangun dan dia hanya tersenyum menjawab perkataan ku.

“Apa sudah ada kabar dari mereka pak ?”

“Belom ada, istirahatlah dulu biar aku yang menjaga mu”

“Bagaimana aku bisa tenang disini sedangkan Boni anak kita tersangkut masalah dijakarta sana”

“Iya aku tau itu tp dokter menyuruhmu istirahat, badan mu membutuhkan itu”

Tak lama Marni memenjamkan mata dan aku segera beranjak dari kamar untuk pindah di ruang tv. Apakah anak itu akan muncul lagi di tv dengan ditemani aparat kepolisian ? mudah mudahan saja tidak dan ku berharap istriku tidak melihatnya dengan kondisi dia yang seperti ini.

Tak terasa aku sudah di depan tv semalaman suntuk untuk tetap menjaga Marni. Matahari menyapa ku dengan bunyi langkah orang yang mulai terbangun. Dan kulihat Marni masih tertidur dikamar dan aku pun mulai membuat kan sarapan untuknya. Ya yang aku bisa hanya membuat telor saja beda dengan Marni yang bisa membuat kan ku masakan apa saja dan melayani ku dengan baik.

“Bu bangun, aku siapkan sarapan untukmu dan minumlah obatnya”

Marni terbangun dan pertanyaan pertama yang keluar dari mulutnya ialah

“Maaf kan aku pak tidak bisa melayani mu dengan aku yang seperti ini”

“Tak apa, aku bisa membeli makanan diwarung makan bude yang penting kau lekas sembuh”

“Mereka sudah memberi kabar ?”

“Abiskan saja dulu sarapanmu masalah itu kita bicarakan nanti”

“Aku ingin selalu bersamamu, anak, mantu dan cucu kita”

Aku sungguh prihatin melihat kondisi Marni seperti ini.
Tak lama dia habiskan sarapan dan meminum obatnya lalu kusuruh kembali dia tidur. Akupun khawatir sekali dengan mereka. Ya, mereka adalah darah dagingku dengan Marni.

“Kring..kring” telfon berbunyi.

“Assalamualaikum pak, ini Bela”

“Walaikum salam, Bela ? apa kabar kamu ? gimana keadaanmu dan keluargamu disana ? apa sudah dapet kabar juga dari kakamu ?”


Aku senang akhirnya ada kabar dari salah satu anakku. Ingin segera ku mengelus rambutnya dan memeluknya. Segera ku kabari Marni yang sedang tertidur dikamar. 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan