Khamis, 6 Ogos 2015

PERKEMBANGAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN (SAK) - INDONESIA


Nama : Nuli Rahayu
Kelas : 4EB09
NPM : 25211272

Berikut adalah sejarah perkembangan akuntansi di Indonesia :

1.      Zaman Belanda – Standar Belanda
Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangan oleh Luca Pacioli. Sistem ini diperkenalkan oleh Luca Pacioli bersama Leonardo da Vinci, dan sudah dipakai untuk melakukan pencatatan upah sejak zaman Babilonia. Kedatangan bangsa Belanda di Indonesia akhir abad ke-16 awalnya untuk berdagang, kemudian Belanda membentuk perserikatan maskapai Belanda yang dikenal dengan vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Perusahaan VOC milik Belanda yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini (Diga dan yunus, 1997). Sistem Belanda atau tata buku disebut juga sistem Kontinental. Sistem kontinental merupakan pencatatan semua transaksi ke dalam dua bagian, yaitu debit dan kredit secara seimbang dan menghasilkan pembukuan yang sistematis serta laporan keuangan yang terpadu. Dengan menggunakan sistem ini perusahaan mendapatkan gambaran tentang laba rugi usaha, kekayaan perusahaan, serta hak pemilik.
Perjalanan VOC berakhir pada tahun 1799 dan setelah VOC dibubarkan, kekuasaan diambil alih oleh Kerajaan Belanda. Sejak masa itulah mulai tumbuh perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Kemudian pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 sampai 1945, sistem akuntansi tidak banyak mengalami perubahan, yaitu tetap menggunakan pola sistem Belanda.
2.      Pada Tahun 1945-1955
Pada tahun 1947 hanya ada satu orang yang berbangsa Indonesia, yaitu Prof. Dr. Abutari (Soemarso, 1955). Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950 an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Nasionalisasi atas perusahaan yang dimiliki Belanda dan pindahnya orang-orang Belanda dari Indonesia pada tahun 1958 menyebabkan kelangkaan akuntan dan tenaga ahli (Diga dan Yunus, 1997). Atas dasar nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara – STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964 (Soemarso, 1955), telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960 (ADB 2003).
Salah seorang dosen akuntansi senior Indonesia Dr. S. Hadibroto telah menulis disertasi tentang dua sistem ini dengan judul yang sudah diterjamahkan : “Studi Perbandingan antara Akuntansi Amerika dan Belanda dan Pengaruhnya terhadap Profesi di Indonesia”. Pada kesimpulan disertasinya beliau menyarankan agar Indonesia lebih baik memilih sistem akuntansi Amerika dibandingkan dengan sistem akuntansi Belanda.
3.      Pada Tahun 1955-1974
Pada masa menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu, pertama kalinya IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku “Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)”, dengan maksud antara lain :
1)      Menghimpun prinsip-prinsip yang lazim berlaku di Indonesia,
2)      Sebagai prasarana pasar uang dan modal pada saat itu,
3)      Laporan Keuangan perusahaan yang go public harus disusun berdasar Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui.
4.      Pada Tahun 1984 (Saat diterbitkannya UU)
Pada tahun 1984, Komite PAI melakukan revisi secara mendasar pada PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku “Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha. Pada Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 masih memerlukan penjabaran lebih lanjut yang diatur dengan “pernyataan” tersendiri. Sehubungan dengan itu, Komite PAI-IAI mulai tahun 1986 menerbitkan serangkaian pernyataan PAI dan interprestasi PAI untuk mengembangkan, menambah, mengubah serta menjelaskan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari PAI 1984.
5.      Akhir Tahun 1984
Pada akhir tahun 1984, Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti Standar Akuntansi yang bersumber dari IASC (International Accounting Standard Committe).
6.      Pada Tahun 1994 (PAI)
Pada tahun 1994, IAI (Ikatan Akuntansi Indonesia) kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ‘Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994”. Dalam perkembangannya, telah terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan IFRS (International Financial Reporting Standard). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan agar dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri. (Terjadi pada periode 1994-2004).
Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan IAI disebut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Sejak diterbitkannya buku Standar Akuntansi Keuangan tahun 1994, IAI terus melakukan revisi guna penyempurnaan standar yang sudah ada maupun penambahan standar baru dan interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan Standar Akuntansi Internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangannya, Standar Akuntansi Keuangan 13 terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan delapan kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 September 2007, 1 juli 2009 dan 1 januari 2012.
7.      Pada Tahun 2008 (IFRS)
Tahap adopsi berikutnya dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Saat ini IFRS telah diterapkan di lebih dari 100 negara di dunia yang meliputi seluruh negara dikawasan Eropa dan sejumlah besar negara dikawasan Asia Pasifik, seperti Australia, Malaysia, Singapura, Hongkong, Turki, dan sebagainya. Dengan dibuatnya satu standar akuntansi yang sama dan digunakan oleh seluruh dunia, hal ini dikarenakan mutu dari laporan keuangan yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan yang lebih luas, informasi keuangan yang relevan dan akurat serta dapat diperbandingkan dan satu lagi yang sangat penting adalah dapat berterima secara internasional dan mudah untuk dipahami.
Untuk perkembangan konvergensi IFRS selama tahun 2009-2010 adalah sebagai berikut :
1)       Jumlah PSAK yang telah disahkan dari Juni 2009Juni 2010 berjumlah 15 buah, semuanya berlaku 2011 kecuali PSAK 10 berlaku 2012 namun penerapan dini diijinkan.
2)      Bila asumsi ED PSAK 3 dan ED ISAK 17 disahkah dalam waktu dekat, maka jumlah PSAK yang akan berlaku efektif 2012 adalah 15 buah dan ISAK 7 buah.
3)      Jumlah PSAK yang belum disahkan dan akan berlaku 2012 sampai dengan Juni 2010 dan ISAK adalah 5 buah.
4)      Jumlah PSAK yang masih Non Comparable dengan IFRS adalah 8 buah.
5)      Jumlah PSAK yang telah dicabut dgn PPSAK dan pencabutan berlaku sejak 2010 adalah 9 PSAK dan 1 Interpretasi . Beberapa PSAK juga telah dicabut dgn bersamaan dgn berlakunya PSAK baru sehingga total PSAK yang dicabut adalah 16 PSAK.
8.      Pada Tahun 2012
Tujuan akhir dari konvergensi IFRS adalah PSAK sama dengan IFRS tanpa adanya modifikasi sedikitpun. Sejak tanggal 1 Januari 2012, Indonesia telah mengadopsi seluruh IFRS, kecuali IFRS 1 First-time Adoption of International Financial Reporting Standard, IAS 41 Agriculture, IFRC 15 Agreements for the Contruction of Real Estate (yang telah diadopsi menjadi ISAK 21 : Perjanjian Kontruksi Real Estate) ditunda masa pemberlakuannya sampai waktu yang akan ditentukan.
Sasaran konvergensi IFRS tahun 2012, yaitu merivisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari 2009 yang berlaku efektif tahun 2011/2012, konvergensi IFRS di Indonesia dilakukan secara bertahap. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari adanya konvergensi IFRS adalah memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan SAK yang dikenal secara Internasional, meningkatkan arus investasi global melalui transaparansi, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global, menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
Sumber :
-          https://ikhwamuji.wordpress.com

Selasa, 5 Mei 2015

INDUSTRI KEUANGAN (GLOBAL VS REGIONAL)


INDUSTRI KEUANGAN SECARA GLOBAL - REGIONAL


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai perkembangan dan profil risiko di industri jasa keuangan secara umum berada dalam kondisi relatif baik. Penilaian tersebut merupakan kesimpulan  Rapat Bulanan Dewan Komisioner OJK yang dilaksanakan rutin pada pekan kedua setiap bulan, untuk mengevaluasi perkembangan dan profil risiko di industri jasa keuangan.
Secara global, pemulihan ekonomi Amerika Serikat masih berlanjut, ekonomi zona Euro mengalami deflasi seiring melambatnya penurunan tingkat pengangguran. Quantitative Easing (QE) telah diumumkan, begitu pula dengan ekonomi Jepang yang mengalami kontraksi seiring dengan melemahnya permintaan, serta digulirkannya stimulus fiskal dan moneter. Melambatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok serta penurunan harga minyak dunia juga masih berlanjut.
Beberapa kondisi terkait perekonomian domestik antara lain, penurunan harga BBM, perlambatan pertumbuhan ekonomi 2014 yakni dari 5,58% menjadi 5,02%. Sementara pada triwulan IV 2014, pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dari 4,92% menjadi 5,01% yoy, Januari 2015 perekonomian mengalami deflasi terkait dengan administered prices, sementara neraca perdagangan mengalami surplus.
Kondisi pasar keuangan domestik, pasar saham cenderung menguat dengan fluktuasi yang relatif moderat. Pasar Surat Berharga Negara (SBN) menguat seiring perbaikan persepsi risiko pada 2014. Rupiah sempat mengalami penguatan seiring dengan membaiknya persepsi risiko dimaksud, namun secara point-to-point masih melemah. Kondisi Lembaga Jasa Keuangan, risiko likuiditas masih terjaga tercermin dari alat likuid perbankan dan asuransi yang masih memadai, risiko kredit relatif rendah, Non Performing Loan dan Non Performing Financing di bawah (threshold), sementara risiko pasar juga masih dikategorikan rendah di tengah fluktuasi pasar Januari yang relatif moderat.
Kondisi perbankan, selama 2014 mengalami perlambatan, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga dan Kredit pada Desember 2014 mengalami perlambatan masing-masing dari 13,79% dan 11,89% pada November 2014, menjadi sebesar 12,29% dan 11,58%. Namun demikian, walaupun pertumbuhan kredit mengalami perlambatan, terdapat dua sektor yang mengalami peningkatan, yakni sektor konstruksi dan rumah tangga. Peningkatan kredit sektor kontruksi sejalan dengan program pemerintah yang saat ini fokus pada infrastruktur. Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) Desember 2014 tercatat sebesar 19,57% mengalami penurunan dari 19,67% pada posisi November 2014. Rentabilitas yang tercermin dari rasio Net Interest Margin dan Return On Asset masing-masing tercatat sebesar 4,24% dan 2,85%. Sisi efisiensi, tercatat relatif baik dan stabil, rasio Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional tercatat sebesar 76,29%.
Kondisi di Pasar Saham, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung menguat, didorong oleh penguatan di sektor properti, barang konsumsi, aneka industri, perdagangan dan keuangan selama Januari 2015. Peningkatan terbesar ada pada sektor properti. Namun di sisi lain, penurunan index terjadi pada sektor pertanian, industri dasar, infrastruktur dan pertambangan. Pelemahan index sektor pertanian dan pertambangan dipengaruhi oleh berlanjutnya tren penurunan harga komoditas dunia. Posisi Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana, per akhir Januari 2015 meningkat Rp 5,8 triliun (2,40%) dibanding bulan sebelumnya. Peningkatan tersebut berasal dari net subscription sebesar Rp 3,8 triliun dan kenaikan nilai Rp 2 triliun.
Nilai investasi industri perasuransian mengalami peningkatan sebesar 2,12%, yaitu dari Rp 616,2 triliun di November 2014 menjadi Rp 616,2 triliun di Desember 2014. Nilai investasi dana pensiun meningkat sebesar sebesar 0,91%, yaitu dari Rp 178,7 triliun menjadi Rp 180,4 triliun. Pertumbuhan piutang pembiayaan pada Desember 2014 melambat, aset perusahaan pembiayaan per Desember 2014 meningkat 1,90% (mtm) menjadi Rp 420,4 triliun, piutang pembiayaan meningkat 5,22% (yoy) menjadi Rp 366,2 triliun. Penyaluran piutang pembiayaan, tercermin dari Financing-to-Asset Ratio yang turun menjadi 87,10%.
Risiko Likuiditas Lembaga Jasa Keuangan, secara umum berada pada level yang relatif rendah. Kondisi likuiditas perbankan masih terjaga meski terdapat peningkatan potensi risiko likuiditas, perlu tetap diwaspadai masih tingginya ketergantungan terhadap dana pendanaan non-inti dan deposan inti, sementara rasio kecukupan investasi asuransi masih memadai. Silakan klik logo PDF untuk mengunggah siaran pers evaluasi pdan profil risiko industri jasa keuangan Januari 2015 selengkapnya.


Sumber :