Isnin, 6 Mei 2013

KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN JAMINAN FIDUSIA DENGAN AKTA DI BAWAH TANGAN (THE POWER OF LAW FIDUCIARY AGREEMENT WITH THE DEED UNDER THE HAND)


Review 2

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Objek jaminan Fidusia Dengan Akta Di Bawah Tangan.
Eksekusi dapat dilakukan secara langsung ataupun berdasarkan putusan pengadilan. Kreditor dapat melakukan eksekusi secara langsung berdasarkan perjanjian yang ada Namun perjanjian yang dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan tidak mempunyi kekuatan eksekutorial, sehingga tidak dapat
melakukan eksekusi secara langsung. Dari hasil wawancara (tanggal 10 juli 2010) dengan Kepala Bidang
Pelayanan Hukum pada Kantor MENHUM HAM Provinsi Sulawesi Tenggara Agustinus Tangkemanda menyatakan bahwa penerima jaminan fidusia yang aktanya dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan yang melakukan eksekusi secara langsung tidak dibenarkan dan merupakan tindakan ilegal. Tindakan sepihak yang dilakukan oleh kreditor tersebut tentu tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam konstruksi hukum positif yaitu UUJF. Hasil penelitian penulis pada PT. Oto Multiartha Cabang Kendari, terbukti
bahwa PT. Oto Multiartha Cabang Kendari melakukan perjanjian pembiayaan konsumen yang memakai pengikatan secara fidusia dalam bentuk akta di bawah tangan, hal ini dilakukan dengan alasan
bahwa :
a.    Proses pembebanannya sederhana, murah dan cepat.
b.    Objek jaminannya adalah benda bergerak dan yang diserahkan kepada kreditor hanyalah hak kepemilikannya saja sedangkan barangnya secara fisik tetap dikuasai oleh debitor.
c.    Hal tersebut dilakukan atas kesepakatan para pihak. Efi Luthi Kamajaya (Branch Manager) PT Oto Multiarta Cabang Kendari (wawancara tanggal 20 juli 2010). Perjanjian yang dibuat oleh lembaga pembiayaan konsumen dengan debitornya tersebut dibuat dengan akta di bawah tangan dan bentuknya baku. Dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang mengatur hakhak debitor maupun hak-hak kreditor. Walaupun dalam perjanjian akta di bawah tangan tersebut dimana kewajiban debitor tentu lebih banyak dan merupakan hak dari kreditor, hal ini dapat dilihat dari perjanjian yang dibuat oleh lembaga pembiayaan konsumen yaitu PT. Oto Multiarthadengan debitornya. Dalam perjanjiannya ada klausul yang mengatur bahwa:
1.      Kreditor berhak untuk menuntut pengembalian, menarik atau mengambil kembali, barang dari debitor dan / atau pihak lain atau langsung mengambil dari tempat dimana barang berada tanpa melalui suatu putusan atau penetapan pengadilan dan juga tanpa melalui juru sita pengadilan.
2.      Kreditor berhak untuk menjual barang tersebut kepada pihak manapun sesuai dengan harga yang dipandang baik, oleh kreditor. Sehubungan denga klausul tersebut, maka PT Otto Multiartha tidak perlu lagi mengajukan gugatan kepada debitornya melalui pengadilan negeri untuk dapat mengeksekusi barang jaminan barang jaminan karena hal tersebut diatur Pasal 12 ayat (3) dalam perjanjian penjaminannya.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Ahmad Ali ( 1990: 85) bahwa:
Perjanjian kredit / perjanjian pembiayaan isinya mengatur mengenai hak dan kewajiban kreditor dan debitor. Masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang wajib ditaati. Kreditor mempunyai hak untuk memperoleh pelunasan piutangnya sedangkan debitor mempunyai kewajiban untuk membayar hutangnya. Antara hak dan kewajiban mempunyai hubungan yang amat erat. Hak senantiasa mencerminkan kewajiban. Sebaliknya kewajiban juga mencerminkan hak. Kreditor memiliki hak tagih kepada debitor. Sedangkan debitor mempunyai kewajiban untuk membayar hutang kepada kreditor. Hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban ini disebut Vinculum Yuris.
Dalam perjanjian pembiayaan dengan penyerahan hak milik secara fidusia dimana perjanjian tersebut berisikan lebih banyak menyangkut kewajiban dari pihak debitor dan sebaliknya merupakan hak dari kreditor, hal ini dapat dimaklumi karena mengingat akta tesebut bersifat baku dan dibuat oleh pihak kreditor dalam bentuk akta di bawah tangan. Salah satu ketentuan yang tertuang dalam akta di bawah tangan yang dibuat secara sepihak atau dalam bentuk baku yang dibuat oleh pihak kreditor bahwa apabila debitor tidak melunasi hutangnya atau menunda kewajibannya kepada kreditor, maka kreditor berhak atau diberi kuasa dengan hak subtitusi oleh debitor untuk mengambil dimanapun dan tempat siapapun objek jaminan itu berada, kemudian dijual dimuka umum atau secara di bawah tangan atau dengan perantaraan pihak lain dengan harga yang layak dan dengan syarat dan ketentuan yang dianggap baik oleh kreditor. Penarikan barang jaminan oleh kreditor, maka debitor secara sukarela melepaskan haknya untuk membayar jumlah angsuran yang telah lewat waktu dan kreditor secara mutlak berhak untuk melaksanakan penjualan atas objek jaminan tersebut.
Adapun hak debitor yang diatur dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b dalam perjanjian adalah debitor berhak untuk mendapatkan sisa hasil penjualan setelah dilunasi semua jumlah hutang dan biaya lain yang merupakan kewajiban debitor. Namun hak tersebut menurut pengakuan responden tidak ada yang pernah
menerima sisa hasil penjualan yang dimaksud dalam pasal tersebut. Sedang hak-hak kreditor dan kewajiban kreditor yang diatur dalam Pasal 12
ayat (3) tersebut adalah:
a.       Menyatakan seluruh jumlah hutang yang belum dibayarkan menjadi jatuh tempo.
b.      Menuntut pengembalian, menarik atau mengambil kembali barang dari debitor.
c.       Berhak untuk menjual barang jaminan kepada pihak manapun sesuai dengan harga yang dipandang baik.
Kreditor berkewajiban membayarkan uang hasil penjualan pada semua biaya yang dikeluarkan selama penjualan dan pajak lainnya, mempergunakan sisa uang hasil penjualan itu untuk melunasi semua utang dan kewajiban debitor lainnya.
 eksekusi dapat dilaksanakan oleh kreditor dengan syarat apabila debitor cidera janji. Cidera janji bisa berupa debitor lalai melaksanakan kewajibannya, atau tidak memenuhi janji sesuai dengan yang diperjanjikan. Sebagaimana yang dilakukan oleh 15 (lima belas) nasabah debitornya yang cedera janji tersebut. Akibat dari cidera janji yang dilakukan oleh nasabah debitor tersebut dapat dikenakan sanksi yaitu barang yang menjadi objek jaminan akan dieksekusi oleh kreditor Bentuk-bentuk cidera janji (wanprestasi) dari pihak debitor sebagaimana diatur dalam Pasal 11 perjanjian pembiayaan PT Oto Multiartha dengan nasabah debitor adalah:
a.       Debitor tidak membayar angsuran, denda dan / atau biaya-biaya lain atas suatu jumlah uang yang telah jatuh tempo sesuai perjanjian yang dalam hal lewatnya waktu saja telah memberi bukti yang cukup bahwa debitor telah melalaikan kewajibannya menurut perjanjian ini, sehingga peringatan dengan juru sita atau surat-surat lain serupa itu tidak diperlukan lagi.
b.      Barang dijual atau disewakan, dipindah tangankan, dialihkan, dijaminkan kepada pihak ketiga tanpa mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari kreditor.
c.       Apabila suatu pernyataan, surat keterangan atau dokumen-dokumen yang diberikan oleh pihak kedua (debitor) sehubungan dengan perjanjian ini ternyata tidak benar/palsu.
d.      Debitor dan atau pemilik jaminan tidak melaksanakan kewajibannya atau lalai untuk memenuhi syaratsyarat\ dan ketentuan dalam perjanjian.
Sehubungan dengan Pasal 11 perjanjian tersebut umumnya yang tidak dilaksanakan oleh ke 15 (lima belas) nasabah tersebut adalah Pasal 11 huruf a yaitu debitor tidak membayar ansuran, denda dan atau biaya-biaya lain atas suatu jumlah uang yang telah jatu tempo.
Berdasarkan hasil penelitian dari ke15 nasabah tersebut terdapat beberapa alasan sehingga terjadi cidera janji adalah sebagai beriktu:
1.      Mobil yang merupakan alat untuk mencari nafkah yang dijadikan jaminan dalam keadaan rusak.
2.      Pemiliknya sakit dan membutuhkan biaya pengobatan.
3.      Biaya hidup naik Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa pelaksanaan eksekusi yang dilakukan oleh PT Oto Multiartha apabila terjadi cidera janji yaitu sebelum eksekusi dilakukan, harus melalu tahapan yaitu melakukan musyawarah mufakat dan melalui pengadilan. Namun yang terjadi adalah apabila tidak ada kata sepakat, maka pihak kreditor berusaha melakukan pendekatan secara kekeluargaan (persuasif) terhadap nasabah debitor. Pendekatan ini dilakukan agar sedapat mungkin diperoleh penyelesaian kredit macet secara damai tanpa melalui pengadilan. Dalam hal kreditor melakukan pendekatan persuasif dengan cara diberikan perpanjangan waktu pembiayaan kepada debitor. Apabila upaya yang telah dilakukan tersebut belum juga memperoleh kesepakatan, maka PT.Oto Multiartha, melakukan tindakan yaitu menarik barang jaminannya secara paksa. Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah barang ditarik pihak debitor tidak juga melunasi utangnya, maka tindakan selanjutnya yaitu menjual barang jaminan tersebut secara umum atau dapat juga dilakukan dengan cara dijual di bawah tangan atau dengan memilih cara yang menguntungkan kedua belah pihak. atau tanpa melalui putusan pengadilan.

B. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia Dengan Akta di Bawah Tangan
1.      Kendala internal yaitu penarikan barang jaminan. Penarikan barang jaminan tidaklan mudah
karena tidak semua debitor mau menyerahkan barang jaminannya secara sukarela. Sehingga debitor memerlukan pendekatan secara kekeluargaan agar pelasanaan eksekusi dapat dilakukan secara damai tanpa melalui pengadilan. Apabila hal tersebut tidak berhasil, maka kreditor melakukan tindakan yaitu menarik barang jaminan secara paksa melalui debt collector. Debt collector ini biasanya berasal dari perusahaan –pembiayaan sendiri dan atau menyewa pihak lain sepeerti pihak kepolisian. Alasannya bahwa susahnya mengeksekusi barang jaminan menjadi factor utama pengadaan debt collector.
2.      Kendala Eksternal yaitu adanya campurctangan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud adalah pihak lain yang tidak ada keterkaitan dengan perjanjian. Nasabah debitor dapat melakukan perlawanan dengan menyewa pihak ketiga untuk membatalkan pelaksanaan eksekusi. Dalam mengatasi hal tersebut secara hukum dapat menempuh proses hukum secara formal yaitu mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan secara perdatadan menunggu sampai adanya putusan pengadilan.

KESIMPULAN

1.      Perjanjian yang dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial, namun mengikat para pihak yang melakukan perjanjian. Di dalam perjanjian pembiayaan konsumen tersebut, para pihak sepakat untuk mengakhiri perjanjiannya dengan tidak melibatkan pengadilan, sehingga apabila terjadi cidera janji, maka kreditor dapat melakukan eksekusi secara langsung tanpa melalui putusan pengadilan.
2.      Penarikan barang jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan tidaklah mudah, karena tidak semua debitor menyerahkan barang jaminan dengan sukarela sehingga dibutuhkan pendekatan secara kekeluargaan agar pihak debitor dapat menyerahkan barang jaminan tersebut tanpa merasa ada paksaan.
.
B Saran

1.      Untuk mewujudkan kepastian hukum dalam pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia, diharapkan pada pemerintah kiranya dapat melakukan langkahlangkah yang lebih efektif terhadap pelaksanaan undangundang jaminan fidusia kepada masyarakat. Sehingga pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia dapat dilakukan sesuai dengan mekamisme yang ditetapkan dalam undang- undang jaminan fidusia dalam rangka memberikan perlindungan dan rasa keadilan bagi para pihak yang melakukan perjanjian.
2.      Sebaiknya penyelesian masalah dalam perjanjian yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan konsumen diprioritaskan secara damai melalui musyawarah mufakat, namun apabila tidak memperoleh kata mufakat sebaiknya diselesaikan melalui jalur hukum.