Review 2
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Eksekusi Terhadap Objek
jaminan Fidusia Dengan Akta Di Bawah Tangan.
Eksekusi dapat dilakukan secara langsung
ataupun berdasarkan putusan pengadilan. Kreditor dapat melakukan eksekusi
secara langsung berdasarkan perjanjian yang ada Namun perjanjian yang dibuat
dalam bentuk akta di bawah tangan tidak mempunyi kekuatan eksekutorial,
sehingga tidak dapat
melakukan eksekusi secara langsung. Dari hasil
wawancara (tanggal 10 juli 2010) dengan Kepala Bidang
Pelayanan Hukum pada Kantor MENHUM HAM Provinsi
Sulawesi Tenggara Agustinus Tangkemanda menyatakan bahwa penerima jaminan
fidusia yang aktanya dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan yang melakukan
eksekusi secara langsung tidak dibenarkan dan merupakan tindakan ilegal.
Tindakan sepihak yang dilakukan oleh kreditor tersebut tentu tidak sesuai
dengan yang ditentukan dalam konstruksi hukum positif yaitu UUJF. Hasil
penelitian penulis pada PT. Oto Multiartha Cabang Kendari, terbukti
bahwa PT. Oto Multiartha Cabang Kendari melakukan
perjanjian pembiayaan konsumen yang memakai pengikatan secara fidusia dalam
bentuk akta di bawah tangan, hal ini dilakukan dengan alasan
bahwa :
a.
Proses
pembebanannya sederhana, murah dan cepat.
b.
Objek
jaminannya adalah benda bergerak dan yang diserahkan kepada kreditor hanyalah
hak kepemilikannya saja sedangkan barangnya secara fisik tetap dikuasai oleh
debitor.
c.
Hal
tersebut dilakukan atas kesepakatan para pihak. Efi Luthi Kamajaya (Branch
Manager) PT Oto Multiarta Cabang Kendari (wawancara tanggal 20 juli 2010). Perjanjian
yang dibuat oleh lembaga pembiayaan konsumen dengan debitornya tersebut dibuat
dengan akta di bawah tangan dan bentuknya baku. Dalam perjanjian tersebut terdapat
klausul yang mengatur hakhak debitor maupun hak-hak kreditor. Walaupun dalam
perjanjian akta di bawah tangan tersebut dimana kewajiban debitor tentu lebih
banyak dan merupakan hak dari kreditor, hal ini dapat dilihat dari perjanjian
yang dibuat oleh lembaga pembiayaan konsumen yaitu PT. Oto Multiarthadengan
debitornya. Dalam perjanjiannya ada klausul yang mengatur bahwa:
1. Kreditor berhak untuk menuntut pengembalian,
menarik atau mengambil kembali, barang dari debitor dan / atau pihak lain atau langsung
mengambil dari tempat dimana barang berada tanpa melalui suatu putusan atau
penetapan pengadilan dan juga tanpa melalui juru sita pengadilan.
2. Kreditor berhak untuk menjual
barang tersebut kepada pihak manapun sesuai dengan harga yang dipandang baik, oleh
kreditor. Sehubungan denga klausul tersebut, maka PT Otto Multiartha tidak
perlu lagi mengajukan gugatan kepada debitornya melalui pengadilan negeri untuk
dapat mengeksekusi barang jaminan barang jaminan karena hal tersebut diatur
Pasal 12 ayat (3) dalam perjanjian penjaminannya.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Ahmad
Ali ( 1990: 85) bahwa:
Perjanjian kredit / perjanjian
pembiayaan isinya mengatur mengenai hak dan kewajiban kreditor dan debitor. Masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban yang wajib ditaati. Kreditor mempunyai hak untuk
memperoleh pelunasan piutangnya sedangkan debitor mempunyai kewajiban untuk membayar
hutangnya. Antara hak dan kewajiban mempunyai hubungan yang amat erat. Hak
senantiasa mencerminkan kewajiban. Sebaliknya kewajiban juga mencerminkan hak. Kreditor
memiliki hak tagih kepada debitor. Sedangkan debitor mempunyai kewajiban untuk
membayar hutang kepada kreditor. Hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban
ini disebut Vinculum Yuris.
Dalam perjanjian pembiayaan dengan
penyerahan hak milik secara fidusia dimana perjanjian tersebut berisikan lebih
banyak menyangkut kewajiban dari pihak debitor dan sebaliknya merupakan hak
dari kreditor, hal ini dapat dimaklumi karena mengingat akta tesebut bersifat baku
dan dibuat oleh pihak kreditor dalam bentuk akta di bawah tangan. Salah satu
ketentuan yang tertuang dalam akta di bawah tangan yang dibuat secara sepihak
atau dalam bentuk baku yang dibuat oleh pihak kreditor bahwa apabila debitor
tidak melunasi hutangnya atau menunda kewajibannya kepada kreditor, maka kreditor
berhak atau diberi kuasa dengan hak subtitusi oleh debitor untuk mengambil
dimanapun dan tempat siapapun objek jaminan itu berada, kemudian dijual dimuka
umum atau secara di bawah tangan atau dengan perantaraan pihak lain dengan
harga yang layak dan dengan syarat dan ketentuan yang dianggap baik oleh kreditor.
Penarikan barang jaminan oleh kreditor, maka debitor secara sukarela melepaskan
haknya untuk membayar jumlah angsuran yang telah lewat waktu dan kreditor
secara mutlak berhak untuk melaksanakan penjualan atas objek jaminan tersebut.
Adapun hak debitor yang diatur dalam
Pasal 12 ayat (3) huruf b dalam perjanjian adalah debitor berhak untuk
mendapatkan sisa hasil penjualan setelah dilunasi semua jumlah hutang dan biaya
lain yang merupakan kewajiban debitor. Namun hak tersebut menurut pengakuan responden
tidak ada yang pernah
menerima sisa hasil penjualan yang dimaksud dalam
pasal tersebut. Sedang hak-hak kreditor dan kewajiban kreditor yang diatur
dalam Pasal 12
ayat (3) tersebut adalah:
a.
Menyatakan
seluruh jumlah hutang yang belum dibayarkan menjadi jatuh tempo.
b.
Menuntut
pengembalian, menarik atau mengambil kembali barang dari debitor.
c.
Berhak
untuk menjual barang jaminan kepada pihak manapun sesuai dengan harga yang
dipandang baik.
Kreditor berkewajiban membayarkan
uang hasil penjualan pada semua biaya yang dikeluarkan selama penjualan dan
pajak lainnya, mempergunakan sisa uang hasil penjualan itu untuk melunasi semua
utang dan kewajiban debitor lainnya.
eksekusi dapat dilaksanakan oleh kreditor
dengan syarat apabila debitor cidera janji. Cidera janji bisa berupa debitor
lalai melaksanakan kewajibannya, atau tidak memenuhi janji sesuai dengan yang diperjanjikan.
Sebagaimana yang dilakukan oleh 15 (lima belas) nasabah debitornya yang cedera
janji tersebut. Akibat dari cidera janji yang dilakukan oleh nasabah debitor
tersebut dapat dikenakan sanksi yaitu barang yang menjadi objek jaminan akan
dieksekusi oleh kreditor Bentuk-bentuk cidera janji (wanprestasi) dari
pihak debitor sebagaimana diatur dalam Pasal 11 perjanjian pembiayaan PT Oto Multiartha
dengan nasabah debitor adalah:
a.
Debitor
tidak membayar angsuran, denda dan / atau biaya-biaya lain atas suatu jumlah
uang yang telah jatuh tempo sesuai perjanjian yang dalam hal lewatnya waktu
saja telah memberi bukti yang cukup bahwa debitor telah melalaikan kewajibannya
menurut perjanjian ini, sehingga peringatan dengan juru sita atau surat-surat
lain serupa itu tidak diperlukan lagi.
b.
Barang
dijual atau disewakan, dipindah tangankan, dialihkan, dijaminkan kepada pihak
ketiga tanpa mendapat persetujuan tertulis terlebih dahulu dari kreditor.
c.
Apabila
suatu pernyataan, surat keterangan atau dokumen-dokumen yang diberikan oleh
pihak kedua (debitor) sehubungan dengan perjanjian ini ternyata tidak benar/palsu.
d.
Debitor
dan atau pemilik jaminan tidak melaksanakan kewajibannya atau lalai untuk
memenuhi syaratsyarat\ dan ketentuan dalam perjanjian.
Sehubungan dengan Pasal 11 perjanjian
tersebut umumnya yang tidak dilaksanakan oleh ke 15 (lima belas) nasabah
tersebut adalah Pasal 11 huruf a yaitu debitor tidak membayar ansuran, denda
dan atau biaya-biaya lain atas suatu jumlah uang yang telah jatu tempo.
Berdasarkan hasil penelitian dari
ke15 nasabah tersebut terdapat beberapa alasan sehingga terjadi cidera janji adalah
sebagai beriktu:
1.
Mobil
yang merupakan alat untuk mencari nafkah yang dijadikan jaminan dalam keadaan
rusak.
2.
Pemiliknya
sakit dan membutuhkan biaya pengobatan.
3.
Biaya
hidup naik Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa pelaksanaan eksekusi yang
dilakukan oleh PT Oto Multiartha apabila terjadi cidera janji yaitu sebelum
eksekusi dilakukan, harus melalu tahapan yaitu melakukan musyawarah mufakat dan
melalui pengadilan. Namun yang terjadi adalah apabila tidak ada kata sepakat,
maka pihak kreditor berusaha melakukan pendekatan secara kekeluargaan
(persuasif) terhadap nasabah debitor. Pendekatan ini dilakukan agar sedapat
mungkin diperoleh penyelesaian kredit macet secara damai tanpa melalui
pengadilan. Dalam hal kreditor melakukan pendekatan persuasif dengan cara diberikan
perpanjangan waktu pembiayaan kepada debitor. Apabila upaya yang telah
dilakukan tersebut belum juga memperoleh kesepakatan, maka PT.Oto Multiartha,
melakukan tindakan yaitu menarik barang jaminannya secara paksa. Dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari setelah barang ditarik pihak debitor tidak juga melunasi
utangnya, maka tindakan selanjutnya yaitu menjual barang jaminan tersebut
secara umum atau dapat juga dilakukan dengan cara dijual di bawah tangan atau
dengan memilih cara yang menguntungkan kedua belah pihak. atau tanpa melalui
putusan pengadilan.
B. Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia
Dengan Akta di Bawah Tangan
1. Kendala internal yaitu penarikan
barang jaminan. Penarikan barang jaminan tidaklan mudah
karena
tidak semua debitor mau menyerahkan barang jaminannya secara sukarela. Sehingga
debitor memerlukan pendekatan secara kekeluargaan agar pelasanaan eksekusi
dapat dilakukan secara damai tanpa melalui pengadilan. Apabila hal tersebut
tidak berhasil, maka kreditor melakukan tindakan yaitu menarik barang jaminan
secara paksa melalui debt collector. Debt collector ini biasanya berasal dari perusahaan
–pembiayaan sendiri dan atau menyewa pihak lain sepeerti pihak kepolisian.
Alasannya bahwa susahnya mengeksekusi barang jaminan menjadi factor utama
pengadaan debt collector.
2. Kendala Eksternal yaitu adanya
campurctangan pihak ketiga. Pihak ketiga yang dimaksud adalah pihak lain yang
tidak ada keterkaitan dengan perjanjian. Nasabah debitor dapat melakukan
perlawanan dengan menyewa pihak ketiga untuk membatalkan pelaksanaan eksekusi.
Dalam mengatasi hal tersebut secara hukum dapat menempuh proses hukum secara
formal yaitu mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan secara perdatadan
menunggu sampai adanya putusan pengadilan.
KESIMPULAN
1.
Perjanjian
yang dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial,
namun mengikat para pihak yang melakukan perjanjian. Di dalam perjanjian
pembiayaan konsumen tersebut, para pihak sepakat untuk mengakhiri perjanjiannya
dengan tidak melibatkan pengadilan, sehingga apabila terjadi cidera janji, maka
kreditor dapat melakukan eksekusi secara langsung tanpa melalui putusan
pengadilan.
2.
Penarikan
barang jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan tidaklah mudah, karena tidak
semua debitor menyerahkan barang jaminan dengan sukarela sehingga dibutuhkan
pendekatan secara kekeluargaan agar pihak debitor dapat menyerahkan barang
jaminan tersebut tanpa merasa ada paksaan.
.
B Saran
1.
Untuk
mewujudkan kepastian hukum dalam pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia, diharapkan
pada pemerintah kiranya dapat melakukan langkahlangkah yang lebih efektif terhadap
pelaksanaan undangundang jaminan fidusia kepada masyarakat. Sehingga
pelaksanaan perjanjian jaminan fidusia dapat dilakukan sesuai dengan mekamisme
yang ditetapkan dalam undang- undang jaminan fidusia dalam rangka memberikan perlindungan
dan rasa keadilan bagi para pihak yang melakukan perjanjian.
2.
Sebaiknya
penyelesian masalah dalam perjanjian yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan konsumen
diprioritaskan secara damai melalui musyawarah mufakat, namun apabila tidak memperoleh
kata mufakat sebaiknya diselesaikan melalui jalur hukum.