3. KEBIJAKAN
FISKAL
Kebijakan fiscal
adalah kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi jalan atau proses
kehidupan ekonomi masyarakat melalui anggaran belanja Negara atau APBN.
Arti dan Tujuan Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan
kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya
tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan
fiscal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau
pengeluaran Negara.
Dari semua unsure APBN
hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dan Negara dan pajak yang dapat
diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah
apabila perekonomian nasional mengalami inflasi,pemerintah dapat mengurangi
kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau
menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan
anggaran.
Tujuan kebijakan fiscal
adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini dilakukan dengan jalan
memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah (G), jumlah
transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang diterima pemerintah
sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatn nasional (Y) dan tingkat
kesempatan kerja (N).
Konsep-konsep Dasar
·
Kebijakan Fiskal:
perubahan-perubahan pada belanja atau penerimaan pajak pemerintahan pusat yang
dimaksudkan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja-penuh, stabilitas harga, dan
laju pertumbuhan ekonomi yang pantas.
·
Kebijakan Fiskal
Ekspansioner: peningkatan belanja pemerintah dan/atau penurunan pajak yang
dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari
kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk domestik bruto dan menurunkan
angka pengangguran.
·
Kebijakan Fiskal
Kontraksioner: pengurangan belanja pemerintah dan/atau peningkatan pajak yang
dirancang untuk menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari
kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi.
·
Efek Pengganda:
dalam ilmu ekonomi, peningkatan belanja oleh konsumen, perusahaan atau
pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak-pihak lain. Ketika orang ini
membelanjakan pendapatannya, belanja tersebut menjadi pendapatan bagi orang
lain dan seterusnya, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dalam
suatu perekonomian. Efek pengganda dapat juga berdampak sebaliknya ketika
belanja mengalami penurunan.
·
Kebijakan Fiskal
Sisi-Penawaran: kebijakan fiskal dapat secara langsung mempengaruhi bukan saja
permintaan agregat, namun juga penawaran agregat. Sebagai contoh, pemotongan
tarif pajak akan memberikan insentif bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi
atau investasi barang modal, karena
mereka memperoleh
pendapatan setelah pajak yang lebih besar yang kemudian dapat dibelanjakan. Membiayai
Defisit & Memanfaatkan Surplus
·
Membiayai deficit
–Meminjam dari publik atau luar negeri (crowding out )
–Mencetak uang.
·
Memanfaatkan surplus
–Mengurangi hutang
–Disimpan
Masalah dalam Kebijakan
Fiskal
·
Masalah waktu
•Pertimbangan
politis
•Respon pelaku
ekonomi
•Dampak crowding-out
•Kondisi
perekonomian dunia/luar negeri
Masalah Pokok Ekonomi Makro
Tingkat kegiatan ekonomi
Negara pada suatu waktu tertentu adalah berbentuk salah satu dari tiga keadaan,
yaitu mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full employment),
menghadapi masalah pengangguran dan menghadapi masalah inflasi. (Sadono Sukirno,
2000)
Tingkat penggunaan tenaga
kerja penuh (full employment)
Keadaan ini merupakan
keadaan yang ideal untuk setiap perekonomian.Dalam perekonomian yang mencapai
tingkat penggunaan tenaga kerja penuh, pengeluaran agregat yang sebenarnya
adalah sama dengan pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat
penggunaan tenaga kerja penuh. Kondisi tenaga kerja penuh tercapai ketika
pendapat nasional sama dengan pendapat nasional potensial.
Masalah Pengangguran
Masalah ini terjadi karena
pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat penggunaan tenaga
kerja penuh. Jurang deflasi, yaitu jumlah kekurangan pembelanjaan agregat yang
diperlukan untuk mencapai penggunaan tenaga kerja penuh. Kondisi deflasi
terjadi sat pendapatan nasional lebih kecil dari pada pendapatan national
potensial. Akibatnya, penawaran barang dan jasa jauh melebihi permintaan.
Masalah Inflasi
Pengeluaran agregat
melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksi barang dan jasa. Kelebihan
permintaan tersebut akan menimbulkan kenaikan harga-harga inflasi.
4. KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER SEKTOR LUAR NEGERI
Kebijakan fiskal akan
mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan negara dan pengeluaran negara.
Disamping pengaruh dari selisih antara penerimaan dan pengeluaran (defisit atau
surplus), perekonomian juga dipengaruhi oleh jenis sumber penerimaan negara dan
bentuk kegiatan yang dibiayai pengeluaran negara.
Di dalam perhitungan
defisit atau surplus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), perlu
diperhatikan jenis-jenis penerimaan yang dapat dikategorikan sebagai penerimaan
negara, dan jenis-jenis pengeluaran yang dapat dikategorikan sebagai
pengeluaran negara. Pada dasarnya yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah
pajak-pajak dan berbagai pungutan yang dipungut pemerintah dari perekonomian
dalam negeri, yang menyebabkan kontraksi dalam perekonomian. Dengan demikian
hibah dari negara donor serta pinjaman luar negeri tidak termasuk dalam
penerimaan negara.
Di lain sisi, yang dimaksud
dengan pengeluaran negara adalah semua pengeluaran untuk operasi pemerintah dan
pembiayaan berbagai proyek di sektor negara ataupun badan usaha milik negara.
Dengan demikian pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri tidak termasuk
dalam perhitungan pengeluaran negara.
Dari perhitungan penerimaan
dan pengeluaran negara tersebut, akan diperoleh besarnya surplus atau defisit
APBN. Dalam hal terdapat surplus dalam APBN, hal ini akan menimbulkan efek
kontraksi dalam perekonomian, yang besarnya tergantung kepada besarnya surplus
tersebut . Pada umumnya surplus tersebut dapat dipergunakan sebagai cadangan
atau untuk membayar hutang pemerintah (prepayment).
Dalam hal terjadi defisit,
maka defisit tersebut dapat dibayai dengan pinjaman luar negeri (official
foreign borrowing) atau dengan pinjaman dalam negeri. Pinjaman dalam negeri
dapat dalam bentuk pinjaman perbankan dan non-perbankan yang mencakup
penerbitan obligasi negara (government bonds) dan privatisasi. Dengan demikian
perlu ditegaskan bahwa penerbitan obligasi negara merupakan bagian dari
pembiayaan defisit dalam negeri non-perbankan yang nantinya diharapkan dapat
memainkan peranan yang lebih tinggi. Hal yang paling penting diperhatikan
adalah menjaga agar hutang luar negeri atau hutang dalam negeri tersebut masih
dalam batas-batas kemampuan negara (sustainable).
Pada dasarnya defisit dalam
APBN akan menimbulkan efek ekspansi dalam perekonomian. Dalam hal defisit APBN
dibiayai dengan pinjaman luar negeri, maka hal ini tidak menimbulkan tekanan
inflasi jika pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk membeli
barang-barang impor, seperti halnya dengan sebagian besar pinjaman dari CGI
selama ini. Akan tetapi bila pinjaman luar negeri tersebut dipergunakan untuk
membeli barang dan jasa di dalam negeri, maka pembiayaan defisit dengan memakai
pinjaman luar negeri tersebut akan menimbulkan tekanan inflasi. Dilain pihak,
pembiayaan defisit APBN dengan penerbitan obligasi negara akan menambah jumlah
uang yang beredar dan akan menimbulkan tekanan inflasi.
Adapun pembiayaan defisit
dengan menggunakan sumber dari pinjaman luar negeri akan berpengaruh pada
neraca pembayaran khususnya pada lalu lintas modal pemerintah . Semakin besar
jumlah pinjaman luar negeri yang dapat ditarik, lalu lintas modal Pemerintah
cenderung positif. Adapun kinerja pemerintah dapat dilihat dari besarnya nilai
lalu lintas moneter. Nilai lalu lintas moneter yang positif menunjukkan adanya
cash inflow.
Kebijakan moneter dan
pengaruhnya terhadap perekonomian
Pada dasarnya,
kebijaksanaan moneter ditujukan agar likuiditas dalam perekonomian berada dalam
jumlah yang “tepat” sehingga dapat melancarkan transaksi perdagangan tanpa
menimbulkan tekanan inflasi. Umumnya pelaksanaan pengaturan jumlah likuiditas
dalam perekonomian ini dilakukan oleh bank sentral, melalui berbagai instrumen
, khususnya open market operations (OMOs).
Dalam melaksanakan OMO,
pada umumnya bank sentral menjual atau membeli obligasi negara jangka panjang.
Jika likuiditas dalam perekonomian dirasakan perlu ditambah, maka bank sentral
akan membeli sejumlah obligasi negara di pasar sekunder, sehingga uang beredar
bertambah, dan dilain pihak bila bank sentral ingin mengurangi likuiditas dalam
perekonomian, bank sentral akan menjual sebagian obligasi negara yang berada
dalam portofolio bank sentral. Perlu difahami bahwa portofolio obligasi negara
di bank sentral tersebut memberikan pendapatan kepada bank sentral berupa bunga
obligasi.
Dalam kasus Indonesia,
sampai saat ini Bank Indonesia belum memiliki obligasi negara yang dapat
dipakai untuk OMO. Walaupun pemerintah Indonesia telah menerbitkan obligasi,
yang dimulai pada masa krisis untuk rekapitalisasi bank-bank yang bermasalah,
tetapi pasar sekunder bagi obligasi negara baru pada tahap awal dan volume
transaksi jual beli di pasar sekunder tersebut masih sedikit. Selama ini Bank
Indonesia masih mempergunakan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk
melaksanakan OMOs. Disamping menimbulkan beban pada Bank Indonesia, karena BI
harus membayar bunga SBI yang cukup tinggi, jangka waktu SBI juga sangat
pendek, umumnya 1 (satu) bulan, sehingga instrumen ini sebenarnya kurang
memadai untuk dipakai dalam OMOs.
SUMBER:
http://karimahpatryani.wordpress.com/2011/05/15/kebijakan-fiskal/
http://fadilfadilblogspotcom-alpachino.blogspot.com/2011/04/kebijakan-fiskal-dan-moneter-sektor.html
Tiada ulasan:
Catat Ulasan